Sertifikasi Kayu Suatu Keharusan Yang Bikin Pengusaha Galau

BOGOR (Pos Kota) – Tata kelola kehutanan masih buruk membuat hasil hutan (kayu) maupun kerajinan/furniture Indonesia sering ditolak oleh negara pengimpor, terutama Uni Eropa.

Untuk itu, penerapan sertifikasi kayu seperti sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK)terus dikebut oleh pemerintah.

Meski sebagian besar pelaku usaha kayu termasuk furniture masih menilai sertifikasi kayu ini sebagai beban, pemerintah memberi batas waktu hingga Desember 2013 wajib memiliki sertifikasi.

Sementara, pemegang izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu dan industri primer wajib memegang sertifikat pengelolaan hutan lestari atau sertifikat legalitas kayu mulai Desember 2012 kemarin.

Hal ini mengemuka dalam simposium yang digelar Center for International Forestry Research (CIFOR) di Kota Bogor.

Direktur Jenderal Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan, Dr. Ir. Iman Santoso MSc mengatakan kejelasan alur kayu penting untuk memperbaiki tata kelola kehutanan.

“Jangan sampai kayu kita diragukan oleh negara asing seperti Uni Eropa karena dinilai kayu ilegal sehingga harganya terus jatuh,”kata Iman.

Selain menyebabkan kayu kita tidak berdaya saing, kondisi ini juga menyebabkan deforestasi dan bencana alam. Secara tidak langsung, sertifikasi ini juga diharapkan mampu menekan ilegal logging.

“Selama ini kayu kita selalu bermasalah dengan legalitas. Padahal, kayu dan hasil produksi turunannya itu hasil hutan rakyat,”ujar Iman.

Sertifikat kayu ini, lanjut Iman semacam surat izin atau SIM jika untuk kendaraan bermotor.

Diakui Iman, hutan Indonesia telah banyak diincar oleh sejumlah negara. Untuk memenuhi pesanan pasar pun, kayu ilegal sering digunakan. Citra jelek ini pun menjadikan perdagangan kayu maupun furniture kita ke luar negeri sulit.

Sementara itu, pelaku industri kayu yang tergabung dalam Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) mengakui jika penerapan sertifikasi kayu masih menjadi beban.

Meski, mereka menyadari hal ini merupakan salah satu cara untuk menaikkan citra kayu Indonesia dan mempermudah perdagangan kayu ke luar negeri.

Pengurus Asmindo Jepara, Ahmad Fauzi, mengakui jika pengusaha kayu tengah galau. Sebab, dengan diterapkannya sertifikasi kayu ini, telah ada ancang-ancang dari petani kayu untuk menaikkan harga kayu.

Pihaknya sulit menaikkan harga furniture atau kerajinan kayu lainnya.
“Kami berharap, adanya penataan harga kayu oleh pemerintah, sehingga sertifikasi kayu ini tidak terkesan menyulitkan tetapi memang memberi nilai tambah bagi petani maupun pengusaha,”papar Fauzi.

Meski demikian, pihaknya menyadari jika sudah saatnya memanfaatkan momentum ini untuk mendongkrak perolehan dari hasil hutan.

Apalagi jika melihat ekspor kayu dan hasilnya selalu stagnan pada angka 2 persen. Padahal, negara lain bisa di atas 10 persen.

Peneliti senior CIFOR, Dr. Pablo Pacheco mengatakan jika sertifikasi kayu mutlak ada jika ingin dihargai oleh negara asing. “Pasar Indonesia tidak hanya domestik, tetapi juga global sehingga mutlak ada jaminan asal usul kayu yang dikirim ke luar negeri,”ungkap Pablo. (yopi)

Sumber: Pos Kota, 16 Februari 2013

FUNDING PARTNERS

Top